Warna-warni Suku Dayak Kalimantan

| Kamis, 14 Oktober 2010 | |



Kalimantan luasnya hampir 750.000 km, jarak rentangnya lebih dari 1.300 km. Kalimantan bagian integral Republik Indonesia, merupakan elemen dari keanekaragaman menjadi image Indonesia sebagai negara besar, multi bangsa dan budaya.
Saat ini dalam kepulauan Kalimantan sendiri terdapat pula Sarawak dan Sabah sebagai bagian negara Malaysia serta Kesultanan Brunei Darussalam. Dalam pulau Kalimantan juga terdapat empat propinsi di Indonesia, Kalimantan Barat dengan ibu kota Pontianak, Kalimantan Tengah dengan ibukota Palangka Raya, Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda dan Kalimantan Selatan dengan ibukota Banjarmasin. Setiap provinsi ada suku Dayaknya.
Sebagai bagian integral Republik Indonesia, setiap daerah memiliki kekhasan dalam adat dan budaya. Demikian pula Kalimantan yang dipercaya sebagai tanah air suku Dayak sebagai penduduk asli, selain Melayu dan Cina yang juga memeliki sejarah panjang di daerah ini.
Suku Dayak adalah penguasa Kalimantan dan merupakan kelompok etnik yang memiliki ke-khasan adat dan istiadat serta benda-benda seni hasil kerajinan.
Salah satu situs yang masih dapat ditemui, hingga kini sebagai unsur kebesaran budaya itu adalah Rumah Panyang atau Rumah Panjang. Rumah panjang, tempat tinggal masyarakat Dayak secara umum (ada kelompok yang tidak). Terdiri dari bangunan kayu sepanjang 200 meter (relatif dan berbeda setiap sub suku). Terdiri dari bilik dan ruang serta serambi dimana satu komunitas masyarakat (berasal dari satu keturunan), hidup dan berkembang. Dalam penulisan kali ini, akan dibahas satu Rumah Panjang yang terletak di desa Saham kecamatan Sengah Temila kabupaten Landak (137 km dari utara kota Pontianak serta ±11 Km dari ibukota kecamatan).
Desa Saham terdiri dari satu rumah panjang dan rumah-rumah tunggal yang mengikuti pola masa kini. Sebelumnya seluruh penduduk tinggal di satu rumah panjang sebagai satu kelompok masyarakat. Bagi masyarakat Dayak, Rumah panjang bukan hanya berfungsi sebagai rumah tinggal, namun juga sebagai pusat perkembangan budaya serta tradisi.
Sebagai peninggalan budaya Dayak Kanayatan, rumah panjang di Saham layak dijadikan objek pariwisata. Faktor-faktor pendukungnya, kegiatan budaya, kesenian, adat-istiadat, kehidupan religi, pertanian, mata pencaharian, kehidupan bermasyarakat. Sebagai pusat kebudayaan rumah panjang merupakan pusat lahirnya jenis-jenis kesenian, berkaitan langsung dengan adat istiadat dalam bentuk upacara-upacara.
Masyarakat Dayak selalu menandai setiap peristiwa dalam kehidupan dengan upacara. Dalam kondisi ini lahir tarian, musik, seniukir, senitato, senimenganyam, tenun, tata boga dan sebagainya. Contoh upacara mengawali dan mengakhiri proses perladangan. Sebelum musim tanam dimulai, dilakukan upacara untuk memberkati seluruh peralatan yang digunakan dalam pertanian, dengan upacara adat untuk mendapat restu dari roh leluhur serta Jubata (Yang Maha Tinggi). Seluruh rangkaian proses pertanian, ditutup dengan upacara memanjatkan syukur (Naik Dango). Diupacara ini biasanya masyarakat Dayak di rumah panjang Saham, tampil dengan busana adat terbaik, perhiasan, tari, musi, makanan-makanan dan minuman khas tradisi Dayak.
Seluruh rangkaian upacara masih dapat ditemui pada rumah Panjang Saham.
Berbagai Dampak
Duku Dayak tidak terlepas dari pengaruh modernisasi serta penyeragaman dalam identitas baru, kebudayaan Indonesia. Masuknya media elektronik seperti televisi, parabola, membawa siaran membuka wawasan mereka tentang kehidupan baru yang menawarkan perubahan-perubahan. Perubahan cenderung lebih banyak bertentangan dengan adat istiadat serta norma dan keteguhan terhadap tradisi. Seperti maraknya perjudian dibawa oleh pendatang sebagai usaha memeriahkan pesta adat.
Semakin luasnya wawasan masyarakat Dayak terutama dalam masalah ekonomi yang individualistik, banyak benda atau situs-situs bersejarah dijual demi kepentingan pribadi. Gaya hiburan baru yang diadaptasi dari media elektronik, mengenyampingkan pemahaman serta kecintaan generasi muda Dayak terhadap senitradisi dan adat istiadat.
Pemerintah daerah telah melakukan pembinaan, namun yang terjadi pembinaan yang tidak berakar dan agak melenceng dari konteks ritual adat.
Keberadaan Pariwisata, menampilkan upacara adat dan kesenian tradisi di rumah panjang Saham, memberi dampak positif bagi masyarakat Dayak serta kelangsungan tradisinya. Berkembangnya kepariwisataan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk terus menyelengarakan serta memelihara adat dan tradisinya sebagai komoditas pariwisata. Meningkatnya jumlah wisatawan yang datang, meningkatkan pendapatan ekonomis serta melahirkan kesadaran baru. Masyarakat memiliki nilai jual yang layak ditampilkan. Kesadaran itu memacu masyarakat untuk mempelajari, menggali, serta melestarikan tradisi yang mereka miliki.
Lebih Dekat Suku Dayak
Dayak, salah satu suku, memiliki serta menjaga kelestarian dan kearifan budaya lokal yang dimilikinya. Bentuk identitas dari suku dayak, ukirannya khas, yang hanya dimiliki oleh suku dayak saja. Selain itu, dalam budaya suku dayak, patung juga memiliki peran tidak kalah pentingnya. Bagi sebagian suku dayak, patung dan beberapa benda seni menjadi khas suku, memiliki makna tersendiri.
Fungsi Patung Bagi Suku Dayak
Dayak mengenal seni pahat patung yang berfungsi sebagai ajimat, kelengkapan upacara atau sebagai alat upacara. Patung sebagai ajimat terbuat dari berbagai jenis kayu yang dianggap berkhasiat untuk menolak penyakit atau mengembalikan semangat orang yang sakit.
Patung-patung kecil untuk kelengkapan upacara, biasanya digunakan saat pelaksanaan upacara adat seperti pelas tahun, kuangkai, dan pesta adat lainnya. Patung kecil ini terbuat dari berbagai bahan, seperti kayu, bambu hingga tepung ketan.
Patung sebagai alat upacara contohnya patung blontang terbuat dari kayu ulin. Tinggi patung antara 2-4 meter dan dasarnya ditancapkan kedalam tanah sedalam 1 meter.
Suku Dayak memiliki pola-pola atau motif-motif unik dalam setiap pahatan mereka. Umumnya mereka mengambil pola dari bentuk-bentuk alam seperti tumbuhan, binatang serta bentuk-bentuk yang mereka percaya sebagai roh dari dewa-dewa, misalnya Naang Brang, Pen Lih, Deing Wung Loh dan sebagainya. Karena seringnya kata pamanda diucapkan dalam setiap pementasan, istilah pin menjadi julukan bagi seni pertunjukan itu sendiri.
Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan, hidup berkelompok. Mereka tinggal di pedalaman, di gunung dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah Menteng Ueh Mamut, berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.
Asal kata Dayak, hingga sekarang orang masih berbeda pendapat. Ada yang menyebutnya berasal dari kata ‘Daya’, dalam bahasa Kenyah berarti hulu sungai atau pedalaman. Ada juga –terutama orang luar Dayak pada abad lalu- mengartikannya sebagai head hunters atau pengayau. Itu dimungkinkan karena tradisi masa lalu mereka yang suka berperang antarsuku, dengan memenggal kepala musuhnya sebagai perlambang penaklukan sekaligus juga ‘teman’ (bagi mereka, kepala musuh yang sudah dipenggal, bisa juga diartikan sebagai teman, karena selain bisa pelindung mereka dari roh-roh jahat, juga bisa membawa berkah atau rejeki).
Sebuah penelitian, disebutkan, pada mulanya suku Dayak berasal dari Provinsi Yunan, sebuah daerah di selatan China (Mainland). Kemudian bermukim di Apo Kayan, daerah Long Nawan sekarang, dekat perbatasan dengan Malaysia. Kapan datangnya, tidak seorang pun tahu –karena kebudayaan Dayak tidak meninggalkan catatan-catatan tertulis.
Mereka menyebar ke seluruh pelosok Kalimantan, terutama di sepanjang aliran sungainya. Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan, disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis. Mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, asal-usul nenek moyang suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan Palangka Bulau (Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan "Ancak atau Kalangkang").
Warna-warni dan pernak-pernik mereka sangat khas. Pakaian adat dan pakaian tari mereka penuh aneka khas dan kontras, membuat indah.
Dikutip dari berbagai sumber

0 komentar: