Armada Laut Indonesia Pernah Terkuat

| Minggu, 03 Oktober 2010 | |
Kesal rasanya melihat aneka ragam penjarahan potensi sumber daya laut Indonesia. Bayangkan, kerugian akibat pencurian ikan setiap tahunnya sekitar US$ 4 miliar. Kerugian ini belum termasuk penyelundupan pasir laut, illegal logging melalui kapal laut, dan perompakan. Karenanya butuh armada laut yang besar, kuat, dan lincah yang bisa mengutungi perbuatan para penjarah.
Foto-foto: istimewa-KRI Irian
Armada yang besar dan kuat sebenarnya pernah kita miliki semasa periode 1959-1963. Kala itu, dalam rangka Operasi Trikora Pembebasan Irian Barat, TNI AL dan TNI AU diperkuat dengan alat utama sistem senjata (Alutsista) yang paling mutakhir. Boleh dikata waktu itu armada TNI AL kita menjadi yang terkuat di belahan Bumi selatan.
Betapa tidak, semua jenis kapal perang (combatant), kecuali kapal induk, kita punyai. Di dalam sistem senjata angkatan laut, kapal induk merupakan kapal perang yang terbesar, disusul dengan kapal penjelajah (cruiser), perusak (destroyer), fregat, korvet, dan patroli cepat. Di samping itu ada senjata pamungkas yang paling ditakuti kapal lawan, yaitu kapal selam bersenjatakan torpedo. KRI Irian adalah kapal perang terbesar yang pernah dimiliki Indonesia.
Kapal penjelajah buatan Uni Sovyet yang tadinya bernama Sverdlov ini pada Oktober 1962 bergabung ke dalam armada TNI AL. Kapal itu termasuk kapal perang raksasa. Panjang bodi kapal saja mencapai 230 meter lebih atau setara dua kali panjang lapangan sepakbola. Kapal berbobot 19.200 ton ini bersenjatakan 56 meriam berbagai kaliber dan diawaki oleh 1.050 personel.
Pada 1963, Presiden RI Ir Soekarno, saat pertama kalinya berkunjung ke Irian Barat (Papua), ia menumpang kapal tersebut. Bersamaan dengan itu, menurut rencana Indonesia juga akan memperoleh cruiser kedua dari Uni Sovyet. Bahkan sebuah kapal induk sedang disiapkan pula. Sayang sekali, perubahan bandul politik membuyarkan semua program pembangunan kekuatan angkatan laut kita.


KRI macan tutul
14 Kapal Selam
Selain kapal penjelajah KRI Irian, saat itu angkatan laut RI juga diperkuat dengan kapal-kapal perusak (destroyer) kelas Skoryi dan kapal-kapal fregat kelas Riga. Semuanya buatan Uni Sovyet. Sebagai senjata pamungkas angkatan laut, berupa kapal selam jumlahnya ada 14 buah.
Dengan jumlah kapal selam yang terdiri dari beberapa kelas itu maka kekuatan Angkatan Laut Indonesia benar-benar disegani oleh berbagai negara, termasuk negara super power. Bukan hanya itu saja, kita dulu juga punya kapal patroli cepat bertorpedo kelas Jaguar buatan Jerman, KRI Macan Tutul.
Saat berhadapan dengan Armada AL Belanda dalam pertempuran Laut Aru-Laut Arafura pada 15 Januari 1962, KRI Macan Tutul tenggelam. Sebab, waktu itu kapal tersebut belum dilengkapi senjata torpedo. Jika saja Macan Tutul membawa torpedo, mungkin sejarah pertempuran di Laut Aru bisa berubah, minimal ada kapal angkatan laut Belanda yang bisa dilumpuhkan.
Dengan potensi armada sebesar itu, kekuatan laut yang diperhitungkan oleh Indonesia bukan lagi angkatan laut negara-negara tetangga. Namun lebih dari itu, adalah kekuatan Armada Ketujuh AL Amerika Serikat dan Armada Inggris di Samudera Hindia dan Pasifik.
Bayangkan, kapal-kapal perang negara adidaya itu bahkan tidak berani sembarangan menerobos masuk ke laut wilayah RI tanpa izin! Pada awal 1960-an, kekuatan TNI AL digelar dalam dua armada besar, yaitu Armada Nusantara yang mengawal perairan dalam dan Armada Samudra yang mengawal perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sampai ke Samudera Pasifik dan Samudra Hindia. Kewibawaan Indonesia di laut waktu itu begitu disegani oleh kekuatan angkatan laut negara maju.
Pernah suatu saat Armada Inggris meminta izin untuk lewat di Selat Sunda. Pihak Indonesia segera menyatakan kapal Inggris tidak boleh melintas karena kita sedang mengadakan latihan perang di sana. Alhasil, armada Inggris tadi pun tidak berani melewati Selat Sunda.
Kondisi itu jelas amat berbeda jika dibandingkan dengan kasus lewatnya armada AS di Laut Jawa tanpa izin beberapa waktu lalu. Bahkan saking lancangnya, pesawat-pesawat AS itu dengan arogan siap baku tembak dengan Pesawat F-16 TNI AU di perairan utara Pulau Bawean, Jawa Timur, pada 3 Juli 2003 lalu.

Pernah Terkuat
Catatan-catatan masa lalu itu mengingatkan bahwa di laut kita pernah terkuat dan jaya. Tidak berlebih semboyan TNI AL Jales Veva Jaya Mahe itu. Sewajarnyalah sekarang pun kita harus bangkit kembali. Semangat itulah yang sekarang harus dikobarkan ke dalam sanubari Bangsa Indonesia, bahwa kita adalah Bangsa Bahari dan tentu saja perlu didukung dengan kekuatan armada Angkutan Laut yang besar.
Sebab tanpa itu maka potensi sumber daya kelautan kita yang amat besar tadi akan tetap sebagai potensi saja, tidak bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat kita. Bahkan, kekayaan itu akan terus dicuri oleh penjarah yang kian pintar dan licik.Pernyataan Presiden Megawati Soekarnoputri dalam Peringatan Hari Nusantara di Cilegon, Banten, Senin (19/1), patut segera diimplementasikan.
"Semestinyalah kita memberi perhatian yang besar terhadap laut wilayah, terutama yang membentang di antara nusa-nusa kita," begitu katanya. Presiden juga mengingatkan pentingnya kita membangun, mengelola, memanfaatkan dan mengamankan laut nusantara. Pengamanan laut secara menyeluruh dan mendasar mencakup penyelesaian batas wilayah laut dan memperkuat penegakan hukum dan kedaulatan kita di laut.
Senada dengan hal itu, Kepala Staf TNI AL, Laksamana Bernard Kent Sondakh mulai menyusun kekuatan angkatan laut yang lebih sesuai untuk masa kini. "Jika sebelumnya, doktrin TNI-AL adalah kecil, efisien dan efektif maka di masa depan AL kita haruslah besar, kuat, dan disegani," ujar Sondakh saat memperingati Hari Dharma Samudra 2004 di Cirebon, 15 Januari 2004. Dia juga mengatakan bahwa pihaknya segera melengkapi armada lautnya dengan empat kapal perang jenis korvet.
Sebetulnya, kendala dalam pengadaan armada laut antara lain terletak pada terbatasnya anggaran. Namun, kalau kita melihat aneka pelanggaran di laut yang kerugiannya mencapai US$ 9 miliar per tahun maka sebenarnya tidak ada alasan untuk menunda-nunda memfokuskan diri menguatkan armada laut. Inilah saat tepat bangkit kembali melawan segala pelanggaran di laut. (B-12) sumber : suarapembaruan.com

0 komentar: