cerita bukit kelam

| Jumat, 31 Desember 2010 | 1 komentar |
Bukit Kelam merupakan salah satu obyek wisata alam yang eksotis di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia. Bukit yang telah menjadi Kawasan Hutan Wisata ini memiliki panorama alam yang memesona, yaitu berupa pemandangan air terjun, dan sebuah tebing terjal setinggi kurang lebih 600 meter yang ditumbuhi pepohonan di kaki dan puncaknya. Dibalik pesona dan eksotisme Bukit Kelam, tersimpan sebuah cerita yang cukup menarik. Konon, Bukit Kelam dulunya merupakan sebuah rantau.[1] Namun, karena terjadi suatu peristiwa, maka kemudian rantau itu menjelma menjadi Bukit Kelam. Bagaimana kisahnya sehingga rantau itu menjelma menjadi bukit yang indah dan memesona? Kisah ini aku dapat dari relief tembok yang terpampang pada halam masuk wisata alam.
Alkisah, di Negeri Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah dua orang pemimpin dari keturunan dewa yang memiliki kesaktian tinggi, namun keduanya memiliki sifat yang berbeda. Yang pertama bernama Sebeji atau dikenal dengan Bujang Beji. Ia memiliki sifat suka merusak, pendengki dan serakah. Tidak seorang pun yang boleh memiliki ilmu, apalagi melebihi kesaktiannya. Oleh karena itu, ia kurang disukai oleh masyarakat sekitar, sehingga sedikit pengikutnya. Sementara seorang lainnya bernama Temenggung Marubai. Sifatnya justru kebalikan dari sifat Bujang Beji. Ia memiliki sifat suka menolong, berhati mulia,dan rendah hati. Kedua pemimpin tersebut bermata pencaharian utama menangkap ikan, di samping juga berladang dan berkebun.

Bujang Beji beserta pengikutnya menguasai sungai di Simpang Kapuas, sedangkan Temenggung Marubai menguasai sungai di Simpang Melawi. Ikan di sungai Simpang Melawi beraneka ragam jenis dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan sungai di Simpang Kapuas. Tidak heran jika setiap hari Temenggung Marubai selalu mendapat hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan Bujang Beji.

Temenggung Marubai menangkap ikan di sungai Simpang Melawi dengan menggunakan bubu (perangkap ikan) raksasa dari batang bambu dan menutup sebagian arus sungai dengan batu-batu, sehingga dengan mudah ikan-ikan terperangkap masuk ke dalam bubunya. Ikan-ikan tersebut kemudian dipilihnya, hanya ikan besar saja yang diambil, sedangkan ikan-ikan yang masih kecil dilepaskannya kembali ke dalam sungai sampai ikan tersebut menjadi besar untuk ditangkap kembali. Dengan cara demikian, ikan-ikan di sungai di Simpang Melawi tidak akan pernah habis dan terus berkembang biak.

Mengetahui hal tersebut, Bujang Beji pun menjadi iri hati terhadap Temenggung Marubai. Oleh karena tidak mau kalah, Bujang Beji pun pergi menangkap ikan di sungai di Simpang Kapuas dengan cara menuba[2]. Dengan cara itu, ia pun mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Pada awalnya, ikan yang diperoleh Bujang Beji dapat melebihi hasil tangkapan

Temenggung Marubai. Namun, ia tidak menyadari bahwa menangkap ikan dengan cara menuba lambat laun akan memusnahkan ikan di sungai Simpang Kapuas, karena tidak hanya ikan besar saja yang tertangkap, tetapi ikan kecil juga ikut mati. Akibatnya, semakin hari hasil tangkapannya pun semakin sedikit, sedangkan Temenggung Marubai tetap memperoleh hasil tangkapan yang melimpah. Hal itu membuat Bujang Beji semakin dengki dan iri hati kepada Temenggung Marubai.
”Wah, gawat jika keadaan ini terus dibiarkan!” gumam Bujang Beji dengan geram.

Sejenak ia merenung untuk mencari cara agar ikan-ikan yang ada di kawasan Sungai Melawi habis. Setelah beberapa lama berpikir, ia pun menemukan sebuah cara yang paling baik, yakni menutup aliran Sungai Melawi dengan batu besar pada hulu Sungai Melawi. Dengan demikian, Sungai Melawi akan terbendung dan ikan-ikan akan menetap di hulu sungai.

Setelah memikirkan masak-masak, Bujang Beji pun memutuskan untuk mengangkat puncak Bukit Batu di Nanga Silat, Kabupaten Kapuas Hulu. Dengan kesaktiannya yang tinggi, ia pun memikul puncak Bukit Batu yang besar itu. Oleh karena jarak antara Bukit Batu dengan hulu Sungai Melawi cukup jauh, ia mengikat puncak bukit itu dengan tujuh lembar daun ilalang.

Di tengah perjalanan menuju hulu Sungai Melawi, tiba-tiba Bujang Beji mendengar suara perempuan sedang menertawakannya. Rupanya, tanpa disadari, dewi-dewi di Kayangan telah mengawasi tingkah lakunya. Saat akan sampai di persimpangan Kapuas-Melawi, ia menoleh ke atas. Namun, belum sempat melihat wajah dewi-dewi yang sedang menertawakannya, tiba-tiba kakinya menginjak duri yang beracun.

”Aduuuhhh... !” jerit Bujang Beji sambil berjingkrat-jingkrat menahan rasa sakit.

Seketika itu pula tujuh lembar daun ilalang yang digunakan untuk mengikat puncak bukit terputus. Akibatnya, puncak bukit batu terjatuh dan tenggelam di sebuah rantau yang disebut Jetak. Dengan geram, Bujang Beji segera menatap wajah dewi-dewi yang masih menertawakannya.

”Awas, kalian! Tunggu saja pembalasanku!” gertak Bujang Beji kepada dewi-dewi tersebut sambil menghentakkan kakinya yang terkena duri beracun ke salah satu bukit di sekitarnya.

”Enyahlah kau duri brengsek!” seru Bujang Beji dengan perasaan marah.

Setelah itu, ia segera mengangkat sebuah bukit yang bentuknya memanjang untuk digunakan mencongkel puncak Bukit Batu yang terbenam di rantau (Jetak) itu. Namun, Bukit Batu itu sudah melekat pada Jetak, sehingga bukit panjang yang digunakan mencongkel itu patah menjadi dua. Akhirnya, Bujang Beji gagal memindahkan puncak Bukit Batu dari Nanga Silat untuk menutup hulu Sungai Melawi. Ia sangat marah dan berniat untuk membalas dendam kepada dewi-dewi yang telah menertawakannya itu.

Bujang Beji kemudian menanam pohon kumpang mambu[3] yang akan digunakan sebagai jalan untuk mencapai Kayangan dan membinasakan para dewi yang telah menggagalkan rencananya itu. Dalam waktu beberapa hari, pohon itu tumbuh dengan subur dan tinggi menjulang ke angkasa. Puncaknya tidak tampak jika dipandang dengan mata kepala dari bawah.

Sebelum memanjat pohon kumpang mambu, Bujang Keji melakukan upacara sesajian adat yang disebut dengan Bedarak Begelak, yaitu memberikan makan kepada seluruh binatang dan roh jahat di sekitarnya agar tidak menghalangi niatnya dan berharap dapat membantunya sampai ke kayangan untuk membinasakan dewi-dewi tersebut.

Namun, dalam upacara tersebut ada beberapa binatang yang terlupakan oleh Bujang Beji, sehingga tidak dapat menikmati sesajiannya. Binatang itu adalah kawanan sampok (Rayap) dan beruang. Mereka sangat marah dan murka, karena merasa diremehkan oleh Bujang Beji. Mereka kemudian bermusyawarah untuk mufakat bagaimana cara menggagalkan niat Bujang Beji agar tidak mencapai kayangan.

”Apa yang harus kita lakukan, Raja Beruang?” tanya Raja Sampok kepada Raja Beruang dalam pertemuan itu.

”Kita robohkan pohon kumpang mambu itu,” jawab Raja Beruang.

”Bagaimana caranya?” tanya Raja Sampok penasaran.

”Kita beramai-ramai menggerogoti akar pohon itu ketika Bujang Beji sedang memanjatnya,” jelas Raja Beruang.

Seluruh peserta rapat, baik dari pihak sampok maupun beruang, setuju dengan pendapat Raja Beruang.

Keesokan harinya, ketika Bujang Beji memanjat pohon itu, mereka pun berdatangan menggerogoti akar pohon itu. Oleh karena jumlah mereka sangat banyak, pohon kumpang mambu yang besar dan tinggi itu pun mulai goyah. Pada saat Bujang Beji akan mencapai kayangan, tiba-tiba terdengar suara keras yang teramat dahsyat.

”Kretak... Kretak... Kretak... !!!”

Beberapa saat kemudian, pohon Kumpang Mambu setinggi langit itu pun roboh bersama dengan Bujang Beji.

”Tolooong... ! Tolooong.... !” terdengar suara Bujang Beji menjerit meminta tolong.

Pohon tinggi itu terhempas di hulu sungai Kapuas Hulu, tepatnya di Danau Luar dan Danau Belidak. Bujang Beji yang ikut terhempas bersama pohon itu mati seketika. Maka gagallah usaha Bujang Beji membinasakan dewi-dewi di kayangan, sedangkan Temenggung Marubai terhindar dari bencana yang telah direncanakan oleh Bujang Beji.

Menurut cerita, tubuh Bujang Beji dibagi-bagi oleh masyarakat di sekitarnya untuk dijadikan jimat kesaktian. Sementara puncak bukit Nanga Silat yang terlepas dari pikulan Bujang Beji menjelma menjadi Bukit Kelam. Patahan bukit yang berbentuk panjang yang digunakan Bujang Beji untuk mencongkelnya menjelma menjadi Bukit Liut. Adapun bukit yang menjadi tempat pelampiasan Bujang Beji saat menginjak duri beracun, diberi nama Bukit Rentap.
[1] Rantau berarti pantai sepanjang teluk (sungai); pesisir (lawan darat).

[2] Menuba artinya meracun ikan-ikan dengan tuba, yaitu sejenis racun ikan dari akar tumbuh-tumbuhan hutan yang sangat memabukkan.

[3] Pohon kumpang mambu adalah sejenis kayu raksasa yang ujungnya menjulang tinggi ke angkasa.
http://folktalesnusantara.blogspot.com/2009/02/legenda-bukit-kelam.html

Alexander ’The Great”

| | 1 komentar |
Kupasan Sejarah
Alexander ’The Great”

Oleh: Ari Firmandi

Hanya selang sehari menjelang hari Thanksgiving yang lalu, telah beredar di pasaran sebuah film Hollywood yang menceritakan sebuah kisah kehidupan seorang raja yang hidup sekitar 300 tahun sebelum masehi. Raja ini bernama Alexander, seorang raja Macedonia yang merupakan salah satu perpanjangan tangan dari peradaban Yunani di Eropa, hingga merambah ke Asia, tepatnya di daerah Babylon, yang sekarang dikenal dengan Irak hingga hampir ke India.

Film itu sendiri, yang diarahkan oleh sutradara kondang Oliver Stone, di luar dugaan tidak mendapat sambutan atau tanggapan yang positif dari berbagai pakar perfilman maupun para pencinta film yang awam. Walau film ini ditaburi oleh bintang-bintang ternama saat ini, seperti Colin Ferrel, Angelina Jolie, Val Kilmer, bahkan Anthony Hopkins (pemenang aktor terbaik Oscar tahun 1991), film ini tidak terlalu menunjukkan suatu karakter individu yang menonjol, dan terkesan dikemas dengan alur emosi film yang sangat datar.

Terlepas dari bagaimana hasil penjualan film tersebut di pasaran, ada baiknya kita mengenal lebih dekat lagi dengan karakter Alexander ini. Siapa kah dia sebenarnya? Mengapa sedemikian hebatnya dia hingga harus diangkat ke dalam cerita di layar lebar yang cukup menyedot biaya pembuatan film yang cukup mahal?

Menurut sejarahnya yang banyak ditulis di literatur-literatur selama ini, raja Alexander adalah termasuk salah satu panglima perang dan sekaligus pemimpin kerajaaan yang tergolong hebat sepanjang sejarah peradaban dunia. Di usianya yang tergolong muda, dia berhasil menjadi seorang jendral perang yang cukup disegani.

Di usia 20 tahun, saat itu 336 SM (Sebelum Masehi), ia telah mamangku jabatan sebagai pemegang tahta kerajaan Macedonia, setelah ayahnya, raja Philip II, mati terbunuh oleh lawan politiknya. Selang dua tahun setalah ia memimpin kerajaannya, ia memulai kampanye perang melawan Persia (sekarang Iran) dengan bantuan sekitar 35,000 pasukan. Perang terhadap kerajaan Persia ini memuncak di tahun 333 SM. Saat itu, kerajaan Persia dipimpin oleh seorang raja bernama Darius III. Perang yang di dalam banyak literatur sejarah dikenal dengan peristiwa The Battle of Issus. Nama Issus ini diambil dari suatu nama tempat di bagian utara Syiria di mana perang tersebut berkecamuk.

Sepak terjang Alexander berlanjut ke arah barat daya menuju Gaza (dearah Palestina) dan Mesir. Di tahun 332 SM, beliau akhirnya mendirikan sebuah kota baru yang diberi nama Alexandria dan terletak di mulut sungai Nile. Di kota Alexandria, Mesir ini berkembang dengan pesat menjadi pusat dari perkembangan literatur, ilmu pengetahuan dan perdagangan Yunani kuno.

Yang menarik dari kenyataan ini adalah Alexander secara tidak langsung menyebarkan suatu pengaruh kebudayaan di tiga daerah yang secara kultural memiliki akar yang kuat terhadap pengaruh di tiga agama yang berbeda, yaitu Islam, Kristen dan Yahudi.

Sempat pula ia di akhir kampenya panjang perangnya menyerang daerah Punjab, India, walaupun akhirnya ia tidak sempat menaklukan daerah tersebut dalam skala kekuasaan yang cukup besar. Dan kampenya perangnya berakhir di negara ini di tahun 325 SM.

Ada pepatah mengatakan, Only the Good Die Young, begitu juga dengan Alexander. Dalam usia yang relatif dini, 33, ia mengakhiri hidupnya dari suatu penyakit yang masih belum terdeteksi hingga sekarang.

Karakter Alexander ini hanya merupakan salah satu tokoh yang sangat terkenal di jamannya. Masih banyak lagi tokoh-tokoh sejarah kuno yang lain, dan mudah-mudahan dapat dimuat di edisi-edisi berikutnya.


Alexander the Great (Agung) “Ringkasan Fakta” Raja Macedonia
Lahir: 356 BC (Sebelum Masehi)
Meninggal: 323 BC (Sebelum Masehi)
Tempat Kelahiran:Pella Macedonia
Dikenal Karena:
Setelah berhasil mengalahkan kekuatan perang lawan, ia membiarkan struktur tatanan kehidupan sosial dan masyarakat dari daerah yang dikuasai tersebut, sambil mengamati dan mengadopsi praktek-praktek kehidupan daerah setempat. Sehingga selama masa kekuasaannya, kerajaan Macedonia sering kali menyerap elemen-elemen kebudayaan yang baru. Menguasai daerah Persia dan sebagian daerah dari India dan Mesir, dan mengambil taktik militer dari daerah yang dikalahkan untuk digunakan melawan musuh-musuh dari kerajaan bangsa lain di kemudian hari. Sehingga ia dan pasukannya memiliki kemampuan perang yang sangat beragam.
Tonggak Sejarah
  • 338 SM Di usia belasan tahun, turut serta dalam peperangan bersama ayahnya, Raja Philip II dalam menghadapi kekuatan-kekuatan yang melawan kekuasaan Yunani.
  • 336 SM Menuruskan tahta kerajaan Macedonia setelah pembunuhan bapaknya, Raja Philip II.
  • 335 bc Meredam aksi pemberontakan di Thebes
  • 334 bc Memulai rangkaian aksi kependudukan terhadap kerajaan Persia dengan memenangkan pertempuran di Granicus
  • 333 bc Mengalahkan kekuatan perang utama kerajaan Persia yang dipimpin oleh Raja Darius III di Issus (membuat Raja Darius III lari dalam pengasingan).
  • 332-331 bc Memulai pendudukan terhadap Mesir dan mendirikan kotaAlexandria331 bc Mengalahkan dan menduduki kerajaan Babylon
  • 330 bc Mendapatkan gelar Kaisar Persia setelah Raja Darius III dibunuh oleh orang-orang terdekatnya sendiri. Mengkonsolidasi pengawasan terhadap daerah Persia dan Eropa Tengah selama tiga tahun berikut. 
  • 326 bc Pendudukan kekaiasaran Persia secara menyeluruh yang ditandai dengan invasi ke India Utara.
Tahukah Anda?
  • Ketika kecil, Alexander pernah dididik oleh ahli filosofi terkenal sepanjang masa, Aristotle.
  • Alexander terinspirasi akan kekaguman terhadap pendekar Yunani kuno yang tertulis dalam Homer's Iliad dan selalu menaruh sebuah kopi buku tersebut di bawah bantal tidurnya.
  • Alexander mendirikan 70 kota di dalam kekaisarannya, banyak diantaranya diberi nama Alexandria
sumber : http://www.mentaritimur.com/mentari/dec04/alexander.htm